Culture Security Desa Sinarresmi sebagai Pilar Manajemen Pertahanan Nirmiliter​

Culture Security Desa Sinarresmi sebagai Pilar Manajemen Pertahanan Nirmiliter

Culture security menjadi pilar penting dalam pertahanan nirmiliter, sebagaimana ditunjukkan oleh Desa Sinarresmi. Melalui nilai adat, solidaritas sosial, dan kearifan lokal, desa ini menjaga jati diri di tengah arus globalisasi. Pendekatan ini menegaskan bahwa kekuatan budaya adalah benteng strategis dalam menjaga keutuhan bangsa.
Hikmat Zakky Almubaroq
18 Juni 2025

Di tengah riuh rendah modernitas dan globalisasi yang menggempur dari segala penjuru, Kampung Adat Desa Sinarresmi di Sukabumi berdiri menjadi oase nilai dan tatanan sosial yang menyimpan kekuatan pertahanan nonfisik yang sangat berarti: kekuatan budaya. Kampung ini tidak memiliki pagar besi, kawat berduri, atau pos penjagaan bersenjata. Namun mereka memiliki sesuatu yang lebih kuat: kepercayaan kolektif terhadap nilai-nilai leluhur, ketundukan pada hukum adat, solidaritas sosial yang organik, dan keterikatan mendalam pada bahasa serta tanah kelahiran. Di sinilah kekuatan culture security menjadi nyata: sebuah sistem pertahanan berbasis kultural yang senyap tapi mengakar.

Pertahanan Abad ke-21: Tak Lagi Tentang Senjata

Dalam perspektif manajemen pertahanan kontemporer, ancaman terhadap negara tidak selalu berwujud invasi militer. Abad ke-21 menyuguhkan spektrum ancaman multidimensi: infiltrasi budaya asing, degradasi nilai, krisis identitas, disorientasi nasionalisme, hingga cyber indoctrination yang masif. Oleh karena itu, manajemen pertahanan nirmiliter tidak lagi sekadar pelengkap, melainkan justru menjadi salah satu fondasi utama. Di titik inilah pendekatan culture security bukan hanya relevan, tapi mendesak untuk diarusutamakan dalam kebijakan pertahanan nasional.

Pertahanan Abad ke-21: Tak Lagi Tentang Senjata

Dalam perspektif manajemen pertahanan kontemporer, ancaman terhadap negara tidak selalu berwujud invasi militer. Abad ke-21 menyuguhkan spektrum ancaman multidimensi: infiltrasi budaya asing, degradasi nilai, krisis identitas, disorientasi nasionalisme, hingga cyber indoctrination yang masif. Oleh karena itu, manajemen pertahanan nirmiliter tidak lagi sekadar pelengkap, melainkan justru menjadi salah satu fondasi utama. Di titik inilah pendekatan culture security bukan hanya relevan, tapi mendesak untuk diarusutamakan dalam kebijakan pertahanan nasional.

Sinarresmi: Laboratorium Mikro Pertahanan Sipil

Jika manajemen pertahanan didefinisikan sebagai proses merencanakan, mengorganisasi, dan mengarahkan seluruh potensi nasional dalam menghadapi ancaman, maka masyarakat adat Sinarresmi secara kasat mata telah mengimplementasikan itu dalam skala mikro, tanpa komando pusat, tanpa struktur hirarkis formal. Mereka menjalankan defense function secara organik. Desa ini adalah laboratorium hidup dari praktik bottom-up defense management. konsep yang sangat strategis di tengah upaya negara memperkuat ketahanan nasional berbasis masyarakat.

 

Sebagai Ketua Program Studi S2 Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan RI, saya terlibat langsung dalam kegiatan Kuliah Kerja Dalam Negeri (KKDN) ke Desa Sinarresmi. Pengamatan dan interaksi langsung dengan masyarakat adat di sana memperkuat keyakinan bahwa desa ini menyimpan model pertahanan yang relevan bagi masa depan Indonesia.

Krisis Identitas dan Disrupsi Budaya

Di balik kekokohannya, desa adat seperti Sinarresmi menghadapi ancaman dari dalam: disrupsi nilai akibat arus kapitalisme pariwisata, penetrasi budaya pop global, dan urbanisasi digital yang kian masif. Banyak generasi muda mulai menjauh dari akar, kehilangan kebanggaan terhadap identitas lokal, dan tergerus dalam logika individualisme modern.

Jika dibiarkan, ini adalah bentuk “kebocoran identitas” yang perlahan tapi pasti melemahkan integritas budaya bangsa yang merupakan sebuah keropos sunyi dalam fondasi pertahanan negara jangka panjang.

Reorientasi Paradigma: Dari Loreng ke Lurik

Saatnya manajemen pertahanan nasional diarahkan ulang, dari yang sebelumnya terlalu berfokus pada kekuatan keras yang mengedepankan militerisme, menjadi model yang memberi perhatian serius pada kekuatan lunak seperti budaya, pendidikan, dan kearifan lokal.

Mengapa hal ini penting?

Karena sejarah telah membuktikan bahwa runtuhnya suatu bangsa seringkali bukan disebabkan oleh serangan senjata, melainkan oleh rapuhnya nilai dan hilangnya jati diri.

Menyusun Ulang Peta Pertahanan: Peran Culture Security

Peran culture security dalam peta pertahanan nasional kini semakin mendesak untuk diakui dan diintegrasikan secara sistemik. Pemerintah, khususnya Kementerian Pertahanan dan lembaga terkait, perlu menyusun ulang strategi pertahanan dengan memasukkan aspek budaya sebagai fondasi penting dalam menghadapi ancaman nonfisik. Ini dapat dimulai dengan mengarusutamakan pendidikan bela negara berbasis budaya lokal di berbagai jenjang pendidikan, memberikan perlindungan serta penguatan kebijakan terhadap desa-desa adat sebagai zona strategis pertahanan budaya, dan membangun laboratorium kebijakan pertahanan nirmiliter yang bersinergi dengan komunitas adat. Desa seperti Sinarresmi membuktikan bahwa budaya bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan aset strategis bagi masa depan bangsa. Dalam kesenyapan kehidupan adat, tersimpan kekuatan identitas yang mampu menjaga keutuhan Indonesia. Mengabaikan budaya berarti membiarkan fondasi pertahanan bangsa perlahan keropos dari dalam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *